Jumat, 16 Agustus 2013

KENALI TANAMAN CABAI

TANAMAN CABAI

Tanaman Cabai pada dasarnya terbagi atas dua golongan utama, yaitu cabai besar (Capsicum annum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.) Cabai besar terbagi menjadi dua golongan, yaitu cabai pedas (hot pepper) dan cabai paprika (sweet pepper). Pada artikel ini yang akan diulas adalah cabai besar pedas (Capsicum annum var. longum L.)

Asal Usul dan Perkembangan Tanaman Cabai

Tanaman cabai (hot pepper) berasal dari daratan Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Tanaman cabai tumbuh kira-kira sejak 2500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat yang pertama kali memanfaatkan dan mengembangkan cabai adalah orang Inca di Amerika Selatan, orang Maya di Amerika Tengah, dan orang Aztek di Meksiko. Mereka memanfaatkannya sebagai bumbu masakan. Christopher Colombus yang mendarat di pantai San Salvador pada tanggal 12 Oktober 1492 menemukan penduduk setempat banyak yang menggunakan buah merah menyala berasa pedas sebagai bumbu masakan. Kemudian Columbus membawa cabai dari benua Amerika ke Spanyol untuk dipersembahkan kepada Ratu Isabella sebagai hasil temuannya di benua Amerika. Pada tahun 1500-an, bangsa Portugis mulai memperdagangkan cabai ke Makao dan Goa, kemudian masuk ke India, Cina, dan Thailand. Sekitar tahun 1513 kerajaan Turki menduduki wilayah Portugis di Hormuz, teluk Persia. Saat Turki menduduki Hongaria, cabai pun dibudidayakan di Hongaria.

Hingga sekarang belum ada data yang pasti mengenai kapan cabai dibawa masuk ke Indonesia. Menurut dugaan kemungkinan cabai dibawa oleh saudagar-saudagar dari Persia ketika singgah di Aceh. Sumber lain menyebutkan bahwa cabai masuk ke Indonesia dibawa oleh bangsa Portugis.

Morfologi Tanaman Cabai

Tanaman cabai termasuk tanaman semusim (annual) yang berbentuk perdu, tumbuh tegak dengan batang berkayu dan bercabang banyak. Tinggi tanaman dewasa antara 65 – 170 cm dan lebar tajuk 50 – 100 cm.

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan (Plantarum), tanaman cabai tergolong dalam tumbuhan yang menghasilkan biji (Spermatophyta). Biji cabai tertutup oleh kulit buah sehingga termasuk dalam golongan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae). Lembaga pada biji cabai terbagi dalam dua daun lembaga, sehingga dimasukkan dalam kelas tumbuhan berbiji belah (Dicotyledoneae). Hiasan bunganya termasuk lengkap, yaitu terdiri atas kelopak dan mahkota, dengan daun-daun mahkota yang berlekatan menjadi satu, sehingga dimasukkan dalam sub-kelas Sympetalae. Cabai termasuk dalam keluarga terung-terungan (Solanaceae).

Klasifikasi Tanaman Cabai

Kingdom       :  Plantae
Divisi            :  Spermatophyta
Subdivisi       :  Angiospermae
Kelas            :  Dicotyledoneae
Subkelas       :  Sympetalae
Ordo             :  Tubiflorae (Solanales)
Famili           :  Solanaceae
Genus           :  Capsicum
Spesies         :  Capsicum annum L.

Anantomi Tanaman Cabai

Akar Tanaman Cabai

Perakaran tanaman cabai merupakan akar tunggang yang terdiri atas akar utama (primer) dan akar laterl (sekunder). Dari akar lateral keluar serabut-serabut akar (akar tersier). Panjang akar primer berkisar 35 – 50 cm. Akar lateral menyebar dengan panjang berkisar 35 – 45 cm.

Batang Tanaman Cabai

Batang utama tanaman cabai tegak lurus dan kokoh, tinggi sekitar 30 – 40 cm, dan diameter batang sekitar 1,5 – 3,0 cm. Batang utama berkayu dan berwarna cokelat kehijauan. Pada budidaya cabai intensif pembentukan kayu pada batang utama mulai terjadi pada umur 30 – 40 hari setelah tanam (HST). Pada setiap ketiak daun akan tumbuh tunas baru yang dimulai pada umur 10 – 15 HST. Namun pada budidaya cabai intensif, tunas-tunas baru itu haru dirempel. (Lihat artikel BUDIDAYA CABAI).

Dilihat dari pertumbuhannya, pertambahan panjang tanaman cabai diakibatkan oleh pertumbuhan kuncup secara terus-menerus. Pertumbuhan seperti ini disebut pertumbuhan simpodial. Cabang primer akan membentuk percabangan sekunder dan cabang sekunder membentuk percabangan tersier terus- menerus. Pada budidaya cabai secara intensif akan terbentuk sekitar 11 – 17 percabangan pada satu periode pembungaan.

Daun Tanaman Cabai

Daun tanaman cabai berwarna hijau muda sampai gelap. Daun ditopang oleh tangkai daun. Tulang daun berbentuk menyirip. Secara keseluruhan bentuk daun tanaman cabai besar adalah lonjong dengan ujung daun meruncing.

Bunga dan Buah Cabai

Seperti umumnya famili Solanaceae, bunga tanaman cabai berbentuk terompet (hyporcrateriformis). Bunga tanaman cabai tergolong bunga yang lengkap (completus) karena terdiri dari kelopak bunga (calyx), mahkota bunga (corrola), benang sari (stamen), dan putik (pistillium). Alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik) pada tanaman cabai terletak dalam satu bunga sehingga disebut berkelamin dua (hermaphroditus). Bunga cabai tumbuh di percabangan (ketiak daun), terdiri dari 6 helai kelopak bunga berwarna hijau dan 5 helai mahkota bunga berwarna putih.

Tangkai putik berwarna putih dengan kepala putik berwarna kuning kehijauan. Dalam satu bunga terdapat satu putik dan enam benang sari. Tangkai sari berwarna putih dengan kepala sari berwarna biru keunguan. Setelah penyerbukan akan terjadi pembuahan. Pada saat pembentukan buah, mahkota bunga rontok tetapi kelopak bunga tetap menempel pada buah.

Bentuk buah bervariasi, tergantung pada varietasnya.

Sumber:http://www.tanijogonegoro.com/2013/01/mengenal-tanaman-cabai.html

JENIS HAMA PENYAKIT DAN TANAMAN CABAI


Kami akan mengulas Hama Penyakit Tanaman Cabai secara khusus, karena tanaman cabai berpotensi mencapai nilai ekonomis sangat tinggi. Sehingga pengendalian hama penyakit tanaman cabai secara terpadu sangat diperlukan.

Hama Tanaman Cabai

Hama Gangsir (Brachytrypes portentosus)

Hama ini menyerang tanaman cabai muda yang baru saja pindah tanam. Serangannya dilakukan pada malam hari, sedangkan pada siang harinya bersembunyi di dalam tanah. Gangsir ini membuat liang di dalam tanah sampai kedalaman 90 cm. Gangsir merusak tanaman cabai muda dengan cara memotong pangkal batang tapi tidak memakannya. Pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran sebanyak 1gram pada lubang tanam.

Hama Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)

Hama jenis ini menyerang tanaman cabai muda pada malam hari, sedangkan pada siang harinya bersembunyi di dalam tanah atau di balik mulsa PHP. Ulat tanah menyerang batang tanaman cabai muda dengan cara memotongnya, sehingga sering dinamakan juga ulat pemotong. Pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran sebanyak 1gram pada lubang tanam atau pemberian umpan beracun, yaitu dedak yang diberi insektisida berbahan aktif metomil, kemudian diberikan pada lubang tanam pada sore hari. Pemberian umpan beracun cukup efektif untuk mengendalikan Agrotis ipsilon.

Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura)

Hama ini menyerang bagian daun tanaman cabai secara bergerombol. Daun yang terserang berlubang dan meranggas. Pada serangan parah, daun tanaman cabai hanya tinggal eidermis saja. Ulat grayak disebut juga dengan nama ulat tentara. Seperti halnya jenis hama ulat lain, hama ini menyerang tanaman cabai pada malam hari, sedang siang harinya beresembunyi di balik mulsa atau di dalam tanah. Hama ini bersifat polifag. Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Hama Ulat Buah (Helicoverpa sp)

Hama ulat buah pada tanaman cabai adalah Helicoverpa sp. Hama ini menyerang buah cabai muda maupun tua dengan cara membuat lubang dan memakannya. Ulat buah bersifat polifag. Pengendalian hama ulat buah dengan cara penyemprotan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.

Hama Thrips (Thrips parvispinus)

Thrips merupakan hama utama tanaman cabai. Hama ini tanaman cabai adalah Thrips parvispinus. Serangan hama thrips ditandai dengan adanya bercak-bercak keperakan pada daun tanaman cabai. Hama ini lebih suka mengisap cairan daun muda sehingga menyebabkan daun tanaman cabai mengeriting, akhirnya tanaman menjadi kerdil. Hama thrips berkembangbiak secara partenogenesis (tak kawin) sehingga populasinya berkembang sangat cepat. Selain bersifat polifag, hama thrips juga merupakan serangga vektor penular berbagai macam virus tanaman.  Pengendalian hama ini dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, tiametoksam, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.

Hama Kutu Daun (Myzus persiceae) 

Hama kutu daun pada tanaman cabai adalah Myzus persiceae. Hama  ini mengisap cairan tanaman cabai terutama pada daun muda, kotorannya berasa manis sehingga menggundang semut. Serangan parah menyebabkan daun tanaman mengalami klorosis(kuning), menggulung dan mengeriting, akhirnya tanaman cabai menjadi kerdil. Pengendalian hama ini dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.

Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci)

Hama kutu kebul pada tanaman cabai adalah Bemisia tabaci. Hama ini berwarna putih, bersayap dan tubuhnya diselimuti serbuk putih seperti lilin. Hama kutu kebul menyerang dan menghisap cairan daun tanaman sehingga sel-sel dan jaringan daun tanaman rusak. Pengendalian hama ini dengan cara penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, tiametoksam, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.

Hama Tungau (Polyphagotarsonemus lotus) dan (Tetranychus cinnabarinus) 


Hama tungau pada tanaman cabai adalah tungau kuning (Polyphagotarsonemus lotus) dan tungau merah (Tetranychus cinnabarinus). Tungau bersembunyi di balik daun dan menghisap cairan daun tanaman. Daun tanaman cabai terserang berwarna kecoklatan dan terpelintir, serta pada permukaan bawah daun terdapat benang-benang halus berwarna merah atau kuning. Pengendalian hama tungau dengan penyemprotan insektisida akarisida berbahan aktif propargit, dikofol, tetradifon, piridaben, klofentezin, amitraz, abamektin, atau fenpropatrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan

Hama Lalat Buah (Dacus dorsalis)

Hama lalat buah pada tanaman cabai adalah Dacus dorsalis. Lalat betina dewasa menyerang dengan cara menyuntikkan telurnya ke dalam buah cabai, kemudian telur berubah menjadi larva, telur-telur ini akhirnya menggerogoti buah cabai sehingga buah cabai menjadi busuk. Pengendalian hama ini dapat menggunakan perangkap lalat (sexpheromone), caranya : metil eugenol dimasukkan pada botol aqua yang diikatkan pada bambu dengan posisi horisontal, atau dapat pula menggunakan buah-buahan yang aromanya disukai lalat (misal nangka, timun) kemudian dicampur insektisida berbahan aktif metomil.  Selain itu juga dapat dilakukan penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.

Hama Nematoda (Meloidogyne incognita) 

Serangan nematoda ditandai adanya daun tanaman cabai menguning, pertumbuhan tanaman terhambat, tanaman layu, serta ujung tanaman mati. Apabila tanaman dicabut terdapat bintil-bintil pada akar tanaman cabai. Nematoda merupakan cacing tanah yang berukuran sangat kecil, hama ini adalah cacing parasit, menyerang bagian akar tanaman. Bekas gigitan nematoda berpotensi menimbulkan serangan sekunder, seperti layu bakteri, layu fusarium, busuk phytopthora atau cendawan lain penyerang akar. Cara pengendalian hama ini adalah dengan pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran sebanyak 1gram pada lubang tanam.

Penyakit Tanaman Cabai


Penyakit Rebah semai 

Penyakit ini menyerang tanaman cabai disebabkan oleh cendawan Pythium debarianum dan Rhizoctonia Solani. Penyakit rebah semai biasa menyerang tanaman cabai pada fase pembibitan dan tanaman cabai muda setelah pindah tanam. Cendawan ini tergolong patogen tular tanah. Serangan penyakit rebah semai banyak terjadi pada suhu rendah serta tanah masam. Serangan pada persemaian bisa mengakibatkan bibit tidak berkecambah atau tanaman cabai tiba-tiba rebah. Pada pangkal batang terdapat infeksi cendawan berwarna cokelat hitam kebasah-basahan. Cara pengendaliannya dengan penyemprotan fungisida sistemik berbahan aktif propamokarb hidroklorida, simoksanil, kasugamisin, asam fosfit, atau dimetomorf dan fungisida kontak berbahan aktif tembaga, mankozeb, propineb, ziram, atau tiram. Dosis ½ dari dosis terendah yang tertera pada kemasan

Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas sp) 

Bakteri penyebab layu pada tanaman cabai adalah Pseudomonas sp. Penyakit ini sering menggagalkan budidaya. Penyakit layu bakteri banyak ditemukan pada areal budidaya cabai dataran rendah. Tanaman cabai terserang mengalami kelayuan pada daun yang diawali dari daun-daun muda. Bila batang, cabang atau pangkal batang tanaman cabai dibelah maka akan terlihat berkas pembuluh pengangkut berwarna cokelat tua dan membusuk. Pada umumnya sulit membedakan antara layu bakteri dan layu fusarium. Cara untuk membedakan sebagai berikut, ambil air jernih, potong secara melintang bagian tanaman cabai terserang, masukkan potongan tersebut ke dalam air. Tunggu beberapa menit, bila dari potongan tersebut keluar cairan berwarna putih, menyerupai asap, dapat dipastikan tanaman cabai terserang layu bakteri. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan pH tanah, memusnahkan tanaman terserang, saluran pembuangan air harus betul-betul rapi, pastikan tidak ada air menggenang di areal pertanaman cabai, melakukan penggiliran tanaman serta penyemprotan secara kimiawi menggunakan bakterisida dari golongan antibiotik dengan bahan aktif kasugamisin, streptomisin sulfat, asam oksolinik, validamisin, atau oksitetrasiklin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan. Sebagai pencegahan, secara biologi dapat diberikan trichoderma pada saat persiapan lahan, pada umur 25 hst, 40 hst dan 70 hst dilakukan pengocoran dengan pestisida organik pada tanah, contoh wonderfat dengan dosis sesuai anjuran pada kemasan.

Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum) 

Cendawan penyebab layu pada tanaman cabai adalah Fusarium oxysporum. Tanaman cabai terserang mengalami kelayuan dimulai pada daun-daun tua, kemudian menyebar ke daun-daun muda dan menguning. Secara umum mirip dengan penyakit layu bakteri. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan pH tanah, memusnahkan tanaman terserang, saluran pembuangan air harus betul-betul rapi, pastikan tidak ada air menggenang di areal pertanaman cabai, melakukan penggiliran tanaman, serta penyemprotan secara kimiawi menggunakan fungisida berbahan aktif benomil, metalaksil atau propamokarb hidroklorida dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan. Sebagai pencegahan, secara biologi dapat diberikan trichoderma pada saat persiapan lahan, pada umur 25 hst, 40 hst dan 70 hst dilakukan pengocoran dengan pestisida organik pada tanah, contoh wonderfat dengan dosis sesuai anjuran pada kemasan.

Penyakit Busuk phytophtora (Phytopthora infestans)                              

Cendawan penyebab serangan pada tanaman cabai adalah Phytopthora infestans. Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman cabai. Batang tanaman cabai terserang ditandai dengan bercak coklat kehitaman dan kebasah-basahan. Serangan serius menyebabkan tanaman layu. Daun tanaman cabai terserang seperti tersiram air panas. Buah cabai terserang ditandai dengan bercak kebasah-basahan yang menjadi coklat kehitaman dan lunak. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah metalaksil, propamokarb hidrokloroda, simoksanil, kasugamisin, asam fosfit, atau dimetomorf dan fungisida kontak, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah tembaga, mankozeb, propineb, ziram,  atau tiram. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.


Penyakit Busuk kuncup (Choanephora cucurbitarum) 

Penyakit busuk kuncup pada tanaman cabai adalah Choanephora cucurbitarum. Penyakit ini menyerang bunga, tangkai bunga, pucuk dan ranting tanaman. Ranting terserang akan berwarna coklat kehitaman, cepat menyebar sehingga mematikan ujung tanaman, sedangkan bagian lainnya masih tegar. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah metalaksil, propamokarb hidroklorida, simoksanil, kasugamisin, asam fosfit, atau dimetomorf, dan fungisida kontak, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah tembaga, mankozeb, propineb, ziram,  atau tiram. Dosis sesuai petunjuk pada kemasan.

Penyakit Bercak cercospora (Cercospora capsici) 

Cendawan penyebabnya adalah Cercospora capsici. Penyakit ini menyerang daun, tangkai buah batang dan cabang tanaman. Gejala serangannya ditandai adanya bercak bulat kecil kebasah-basah, bercak dapat meluas dengan diameter 0,5 cm, pusat bercak berwarna pucat sampai putih dengan tepi berwarna lebih tua. Serangan parah pada daun menyebabkan daun tanaman menguning dan gugur. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah benomil, metil tiofanat, karbendazim, difenokonazol, atau tebukonazol dan fungisida kontak, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah klorotalonil, azoksistrobin, atau mankozeb. Dosis sesuai petunjuk pada kemasan.

Penyakit Bercak Bakteri (Xanthomonas campestris)

Penyakit ini menyerang daun, buah dan batang tanaman cabai. Penyakit bercak bakteri dikenal juga dengan sebutan Bacterial spot. Serangan pada daun tanaman cabai terdapat bercak kecil kebasah-basahan kemudian menjadi nekrotis kecoklatan pada bagian tengahnya. Serangan parah akan mengakibatkan daun tanaman cabai gugur. Serangan pada buah cabai terdapat bercak putih dikelilingi warna cokelat kehitaman. Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan aplikasi fungisida berbahan aktif tembaga atau bakterisida golongan antibiotik. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.

Penyakit Antraknosa (Patek)

Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici dan Gloeosporium piperatum. Penyakit ini sering juga diistilahkan dengan nama patek. Colletotrichum capsici menginfeksi buah cabai dengan membentuk bercak cokelat hitam kemudian meluas menjadi busuk lunak. Serangan berat menyebabkan buah cabai mengering keriput. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik-titik hitam dari koloni cendawan. Gloeosporium piperatum menyerang tanaman cabai mulai buah cabai masih hijau. Biasanya mengakibatkan mati ujung. Pada buah cabai terserang terlihat bintik-bintik kecil kehitaman dan berlekuk. Bintik-bintik ini pada bagian tepi berwarna kuning, membesar dan memanjang. Pada kondisi lembab, cendawan membentuk lingkaran memusat berwarna merah jambu. Buah cabai terserang harus dimusnahkan dari area penanaman. Pengamatan terhadap tanaman harus dilakukan setiap hari, terutama pada saat musim hujan. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif yang bisa digunakan adalah benomil, metil tiofanat, karbendazim, difenokonazol, atau tebukonazol, dan fungisida kontak berbahan aktif klorotalonil, azoksistrobin, atau mankozeb. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan.

Penyakit Virus 

Virus yang menyerang tanaman cabai adalah TMV, TEV, TRV, CMV, TRSV, CTV dan PVY. Virus merupakan penyakit yang sangat berpotensi menimbulkan kegagalan terutama pada musim kemarau. Gejala serangan umumnya ditandai dengan pertumbuhan tanaman yang mengerdil, daun mengeriting dan terdapat bercak kuning kebasah-basahan. Penyakit virus sampai saat ini belum ditemukan penangkalnya. Penyakit ini ditularkan dari satu tanaman ke tanaman lain melalui vektor atau penular. Beberapa hama yang sangat berpotensi menjadi penular virus diantaranya adalah thrips, kutu daun, kutu kebul, dan tungau. Manusia dapat juga berperan sebagai penular virus, baik melalui alat-alat pertanian maupun tangan terutama pada saat pemangkasan. Beberapa upaya penanganan virus antara lain : membersihkan gulma (karena gulma berpotensi menjadi inang virus), mengendalikan hama/serangga penular virus, memusnahkan tanaman yang sudah terserang, kebersihan alat dan memberi pemahaman kepada tenaga kerja agar tidak ceroboh saat melakukan penanganan terhadap tanaman.

Sumber:http://www.tanijogonegoro.com/2013/02/hama-penyakit-tanaman-cabai.html

JENIS JENIS HAMA TANAMAN PADI



Ameilia Zuliyanti Siregar, S.Si, M.Sc
Staf Pengajar Departemen HPT FP USU
A. Pendahuluan
Padi merupakan bahan makanan pokok bagi ra
kyat Indonesia. Sebagian masyarakat kita
sumber makanannya dapat berasal dari ja
gung, sorghum dan sagu. Namun padi lebih
popular, walaupun sekarang harga beras mencapai harga yang sangat tinggi (Rp. 6000,-
sampai 7.000,- per kilogram). Oleh karena
itu, kebijakan-kebijakan pokok yang perlu
dievaluasi pemerintah dalam meningkatk
an produksi padi antara lain adalah:
1.
Perluasan intensifikasi dengan Panca Usaha
Tani di daerah-daerah sentra penghasil
padi, termasuk jaminan pengairan. Contohnya
padi gogo rancah yang kurang terjamin
pengairannya, padi pasang su
rut/lebak dan intensifikas
i padi gogo di tanah kering.
Disamping itu, eksentifikasi secara luas (p
embukaan lahan baru dan transmigrasi)
tetap dilakukan.
2.
Meningkatkan pengadaan bibit unggul dan pe
njualan bibit dengan harga terjangkau.
3.
Menyempurnakan sistem pengadaan dan dist
ribusi termasuk memperluas penyebaran
para pengecer sarana produski, seperti pupuk dan obat-obatan pemberantas hama.
4.
Meningkatkan penyediaan prasarana pr
oduksi, yaitu fisik dan kelembagaan.
5.
Menyempurnakan sistem dan perluasan penye
diaan kredit bagi petani dan penggarap.
Sumber: Divisi Pengembanga
n Produksi Pertanian (1973).
Dalam praktek di lapangan setiap penggunaan
bibit unggul baru sering
menimbulkan atau
mengundang hama atau penyakit tanaman baru. Karena itu Pemerintah (baca:
Departemen Pertanian) selalu waspada da
n bijaksana dalam penggunaan benih varietas
unggul yang baru dan selalu menganjurka
n agar disertai dengan usaha-usaha
penyempurnaan organisasi pengamatan dan
peramalan serangan hama dan penyakit
(Divisi Pengembangan Produksi Pertanian,1973).
Hama dan penyakit pada tanaman padi sa
ngat beragam, disamping faktor lingkungan
(curah hujan, suhu dan musim) yang sanga
t mempengaruhi terhadap produksi padi.
Belum lagi mahalnya bibit, biaya produksi,
pengangkutan dan harg
a jual yang rendah
sehingga petani jarang dapat meningkat
kehidupan dan kesejaht
eraan keluarganya.
Dihadapkan pada persoalan dilematis ini,
tidak pernah ada penyelesaiannya. Sebagai
praktisi di bidang hama dan penyakit ta
naman, kita dapat memainkan peran dengan
memberikan gambaran dan penyuluhan tentang hama-hama pada tanaman padi.
Ameilia Zuliyanti Siregar : Hama-Hama Tanaman Padi, 2007
USU Repository © 2007
2
B. Hama- Hama Tanaman Padi
Hama-hama tanaman padi menurut Ka
rtasapoetra (1993) terdiri dari :
1.
Hama Sundep (
Scirpophaga innotata
)
Hama endemis ini berkembang dari
dari pantai hingga daerah pedalaman dengan
ketinggian 200 meter diatas permukaan laut
, dengan curah hujan (kurang dari 200
mm) terjadi bulan October-November. Ta
nda-tanda hama ini dimulai dengan
melakukan invasi (terbangnya ribuan kupu-kupu
kecil berwarna putih pada sore dan
malam hari) setelah 35 hari masa huja
n. Kupu-kupu ini melakuka
n terbang sekitar
dua minggu, menuju daerah-daerah persemaian
tanamaan padi. Selanjutnya telur-telur
(170-240 telur) diletakkan dibawah daun pa
di yang masih muda dan akan menetes
menjadi ulat perusak tanaman padi sete
lah seminggu. Penyerangan ini dikenal dengan
nama “Hama Sundep” dan “Hama Beluk”, Pe
rbedaan keduanya dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan
Hama Sundep dan Hama Beluk.
Hama Sundep
Hama Beluk
Menyerang daun padi muda, menguning
dan mati. Walaupun batang padi bagian
bawah masih hidup atau membentuk
anak tanaman baru tapi pertumbuhan
daun baru tidak terjadi.
Menyerang titik tumbuh tanaman padi
yang sedang bunting sehingga buliarn
padi keluar, berguguran, gabah-gabah
kosong dan berwarna keabu-abuan.
Sumber: Kartasapoetra (1993).
Untuk membasmi hama-hama ini ditempuh cara-cara sebagai berikut:
1. Petani menyebarkan bibit-bibit ta
naman padi di persemaian setelah tahu jadwal
invasi serangan ulat-ulat ini diperkirakan telah selesai.
2. Penanaman padi yang memiliki daya regenerasi yang tinggi.
3. Menghancurkan telur-telur
S. innotata
yang teradapt dil ;ingkungan persemaian
dan membunuh larva-larva yang abru menetas.
4. Melakukan tindakan preventif
dengan penyemprotan persemaian menggunakan
insektisida yang resistensi.
5. Bibit-bibit tanaman padi yang
akan disemai dicelupkan dalm herbisida.
6. Setelah invasi
S. innotata
dilakukan penyemprotan insektisida yang mematikan
telur dan larva.
7. Crop rotation (per
giliran tanaman), setelah penanama
n padi batang atau jeraminya
harus dibenamkan kedalam tanah/lumpur.
8. Menarik perhatian
S. innotata
menggunakan perangkap jebak berwarna atau
lampu petromaks.
Ameilia Zuliyanti Siregar : Hama-Hama Tanaman Padi, 2007
USU Repository © 2007
3
2. Ulat Penggerek (
Scahunobius bipunctifer
)
Gangguan dan kerusakan pada tana
man padi gandu, terutama daerah pegunungan,
daya pengrusakannya tertuju pada ba
gian-bagian pucuk tanamaan sehingga
mematikan tanaman padi. Daur hidup mirip dengan
S. innotata,
biasanya 30 hari
tetapi tidak memiliki diapause sehi
ngga meningkatkan kupu-kupu betina (warna
kuning muda) dan jantan (warna sawo matang)
dengan jumlah telur (150 butir) yang
diletakkan di bagian bawah daun padi muda yang ditutupi oleh lapisan bulu. Ulat
akan menggerek batang padi yang muda
menuju titik tumbuh yang masih lunak.
Pemberantasan dilakukan menggunakan insektis
ida yang tidak tahan lama atau crop
rotation (berselang-seling dengan menanam palawija).
3.
Hama Putih (
Nymphula depunctalis
)
Menyerang dan bergelantungan pada daun pa
di sehingga berwarna keputih-putihan,
bersifat semi aquatil (me
nggantungkan hidup pada air un
tuk bernafas dan udara).
Kerusakan yang ditimbulkannya dapat me
matikan tanaman padi disebabkan:
1. Gerakan invasi melibatkan banyak ha
ma yang menyerang tanaman padi sebagai
sumber makanannya.
2. Tanaman padi yang diserang kebanyaka
n berasal dari bibit-bibit lemah.
Hama putih akan menjadi kepompong, sarung
/kantong yang selalu
dibawanya akan
ditanggalkan dan dilekatkan pada abtang pa
di, kemudian dimasukinya lagi dan tidak
keluar sampai menjadi kepompong (sekitar
2 minggu). Pembasmian hama ini dapat
dilakukan dengan mempelajari siklus hidup,
mengeringkan petakan-petakan sawah,
membiarkan petak sawah berair dan
diberi minyak lampu atau penggunaan
insektisida ramah lingkungan.
4.
Hama Wereng Coklat (
Nilapervata lugens
)
Hama ini selalu menghisap cairan dan air dari
batang padi muda atau bulir-bulir buah
muda yang lunak, dapat meloncat tinggi dan
tidak terarah, berwarna coklat, berukuran
3-5 mm, habitat ditempat lembab, gelap dan teduh. Telur banyak yang ditempatkan
dibawah daun padi yang melengkung dengan ma
sa ovulasi 9 hari menetas, 13 hari
membentuk sayap dan 2 minggu akan bertelur kembali. Hama ini meluas serangannya
Ameilia Zuliyanti Siregar : Hama-Hama Tanaman Padi, 2007
USU Repository © 2007
4
dilihat dari bentuk lingkaran pada atnama
n dalam petakan padi. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk memberantas hama ini dengan
cara preventif, represif dan kuratif.
1.
Tindakan Preventif dengan cara-cara:
a. Serumpun daun padi la
yu, lakukan pemeriksaan dengan teliti.
b. Apabila dirumpun padi dite
mukan seekor wereng, bunuh dan periksa telur-
telurnya didaun lalu daun dicabut da
n dibakar. Periksa tanmaan-tanaman
lainnya yang berdekatan.
c. Apabila dalam serumpun terdapat banyak wereng, lakukan penyemprotan
massal dengan insektisida.
2.
Tindakan Reppresif dilakukan sebagai berikut:
a. Pengeringan pada petakan sawah.
b. Pencabutan dan pembakaran seluruh tanaman.
c. Memilih bibit unggul (PB 30, 32, 34, Sicantik, Bengawan, dan lain-lain) yang
direndam dalam Aldrien 40% (12 gr/1 kg
benih) atau Dildrien 50% WP (10
gr/1 kg benih).
d. Crop rotation (pergiliran padi dan palawija).
3.
Tindakan Kuratif ditempuh dengan:
a. Insektisida butiran menggunakan Fu
radan 30 (17-20 kg/ha), Basudin 10 g 910-
15 kg/ha) dan Diazinon 10G (10-15 kg/ha)
yang ditaburkan di antara larikan
petak sawah tiga atau empat minggu sekali.
b. Penyemprotan insektisida cair seminggu
sekali atau maksimal 10 hari sekali
menggunakan Agrothion 50, Sumithion 50 EC (2 ltr/ha), Karphos 50 EC (2
ltr/ha), DDVP 50 EC (0.6 lt
r/ha), Nogos 50 (0.6 ltr/
ha), Sevin 85 Sp (1.2
ltr/ha), Diazinon 60 EC (1.5 ltr/ha).
5.
Wereng Hijau (
Nephotettix apicalis
)
Merusak kelopak-kelopak dan urat
-urat daun padi dengan alat penghisap pada
moncong yang kuat. Bertelur (sebanyak
25 butir) yang ditempatkan dibawah daun
padi selama tiga kali sampai dia mati.
Cara pemberantasan hama dilakukan dengan
insektisida, pembunuhan hama, rotasi tana
man, perangkap lampu jebak dan lainnya.
6.
Walang Sangit (
Leptocorixa acuta
)
Binatang ini berbau, hidup bersembunyi
direrumputan, tuton, paspalum, alang-alang
sehingga berinvasi pada tanaman padi muda ketika bunting, berbunga atau berbuah.
Walang sangit menempatkan telurnya (14-16
telur hingga 360 butir telur sepanjang
hidupnya) secara berjajaran pada daun. Pembasmian dilakukan pada malam hari 
Ameilia Zuliyanti Siregar : Hama-Hama Tanaman Padi, 2007
USU Repository © 2007
5
menggunakan lampu petromaks; memakai umpa
n bangkai bangkai ular, katak, ketam;
dan memanfaatkan insektis
ida (Tjoe T
jien Mo,1953).
7.
Lembing Hijau (
Nezara viridula
)
Berkembang pada iklim tropis, hidupnya be
rkoloni, betina ber
ukuran kecil (16 mm)
dengan 1100 telur selama hidupnya, lama
penetasan 6-8 minggu, jantan berumur 6
bulan. Serangannya tidak sampai menghampak
an padi, tetapi menghasilakn padi
berkualitas jelek (goresan-goresan mem
bujur pada kulit gabah dan pecah pabila
dilakukan penggilingan/penumbukkan). Pe
mbasmian hama dilakukan menggunakan
insektisida sesuai aturan (Tjoe Tjien Mo,1953).
8.
Ganjur (
Pachydiplosis oryzae
)
Berkembang di daerah persawahan RRC, India dan Asia Tenggara. Menyerang
tanaman padi yang penanamannya terlambat,
sekitar bulan Februari dan April.
Menempatkan telur-telurnya pada kelopak
daun padi, larva-larva bergerak menuju
dan memasuki batang-batang padi, daun-
daun membentuk kelongsong sehingga padi
mati. Pembasmiannya dilakukan mengurangi pe
ngairan di sawah (padi jangan sampai
terendam), menggunaakn lampu petromaks, pembinasaan dan penyemprotan
insektisida dengan dosis tepat secara
teratur (Tjoe Tjien Mo,1953).
C. Daftar Pustaka
1.
Divisi Pengembangan Produksi Pertanian.
1973. Pedoman Bercocok Tanam Palawija.
eBpartemen Pertanian, Jakarta.
2.
Kartasapoetra, AG. 1993. Hama Tanaman
Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara,
Jakarta.
3.
Tjoe Tjien Mo. 1953. Memberantas Hama
Padi di Sawah dan Gudang. Jakarta.

Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1118/1/07004376.pdf